TIMES JATENG, MALANG – Dinamika dukungan di Pilkada Kota Malang akhir-akhir ini makin berubah-ubah. Bahkan, pasangan calon (Paslon) nomor urut 1, Wahyu Hidayat-Ali Muthohirin dinilai suaranya makin merosot.
Seperti diberitakan sebelumnya, sejumlah warga Kota Malang dari wilayah Kecamatan Lowokwaru mengakui bahwa ada beberapa faktor yang membuat mereka enggan memilih Paslon WALI.
Alasannya, seperti soal meminta dukungan pusat untuk bisa memenangkan kontestasi ini hingga sejumlah aktivitas kampanye yang kontroversial, membuat kepercayaan mereka menurun terhadap Paslon WALI.
"Saya sebenarnya masih bingung antara Abah Anton atau Mbak Ganis, karena itu yang saya tahu. Tapi kalau WALI itu mas, mereka saya lihat pakai cara kotor sampai minta dukungan pusat, berarti kan gak pede mereka di pencalonan, gimana mau pede memimpin Kota Malang," ujar salah satu warga Jalan Mawar, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang bernama Aris, Jumat (1/11/2024).
Hal ini diperkuat dengan hasil survei yang dikeluarkan oleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Network. Di mana, Paslon Abah Anton-Dimyati Ayatullah masih unggul dengan prosentase 42,7 persen. Sedangkan untuk Paslon WALI, berada dibawahnya dengan prosentase 22,5 persen dan Paslon Sam HC-Ganis Rumpoko berada diurutan ke tiga dengan prosentase 7,5 persen.
Survei ini, bisa saja membuat Paslon WALI makin anjlok jika tak mengubah strateginya. Sebab, kata Pakar UB, Andhyka Muttaqin, meminta dukungan ke pusat, seperti halnya Paslon WALI yang meminta dukungan ke Mantan Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi), membuat masyarakat menilai bahwa Paslon ini tak percaya diri.
"Persepsi bahwa Paslon 1 meminta dukungan dari pemerintah pusat seperti ke pak Jokowi itu bisa dianggap sebagai langkah yang menunjukan kurangnya kepercayaan diri," ungkap Andhyka.
Ia menilai, ketergantungan seperti yang dilakukan oleh Paslon WALI ini bisa menjadi indikasi bahwa Paslon tidak cukup kuat untuk berdiri sendiri atau tidak cukup mewakili kepentingan lokal.
"Persepsi ini menimbulkan kesan bahwa Paslon 1 mungkin hanya berusaha memenangkan Pilkada dengan bantuan kekuatan besar, bukan dengan kemampuan pribadi mereka yang dirasa lebih dekat dan mengakar dengan kebutuhan masyarakat Kota Malang.
Disisi lain, aktivitas sosial kontroversial yang dilakukan oleh Paslon WALI ini dinilai bisa menambah perspektif negatif terhadap Paslon 1.
"Masyarakat mulai semakin sensitif terhadap kampanye yang dianggap mengiming-ngimingi atau menggunakan pendekatan yang bisa dianggap manipulatif. Warga yang mulai menyadari hal ini, bisa menganggap tindakan tersebut sebagai upaya yang kurang elegan, yang berpotensi merusak demokrasi atau memberikan keuntungan yang tidak sehat bagi kandidat tertentu," jelasnya.
Hal ini, dipandang bisa merusak demokrasi dan menimbulkan penurunan dukungan. Ketika warga melihat adanya ketidakadilan atau dominasi kekuatan tertentu, mereka cenderung ingin memberi dukungan pada kandidat yang dianggap lebih bersih dan transparan.
"Ini menunjukkan betapa pentingnya bagi kandidat untuk menjalankan kampanye yang benar-benar mencerminkan visi misi mereka, tanpa menggunakan cara yang bisa dianggap sebagai politik uang atau ketergantungan pada kekuatan eksternal," tuturnya.
Hal ini, menunjukan bahwa masyarakat Kota Malang sudah mulai kritis melihat dinamika politik di Kota Malang. Khususnya, terhadap bentuk-bentuk kampanye yang dilakukan apakah berdampak positif ataupun negatif.
"Dukungan yang berubah ini memperlihatkan kecenderungan masyarakat untuk memilih calon yang independen, jujur dan memiliki komitmen untuk membawa perubahan," katanya.
Disisi lain, menurut pengamat komunikasi politik, Anang Sudjoko menyebut bahwa fenomena berbelok arah pilihan ini, karena masih banyak karakter pemilih yang belum menentukan pilihannya.
"Sebenarnya mereka sudah punya gambaran yang akan dipilih, tapi masih ada beberapa tahapan yang membuat mereka belum tetap pada pilihannya," imbuhnya.
Berangkat dari hal tersebut, sebenarnya ini bisa menjadi informasi penting bagi Paslon WALI. Akan tetapi, jika format dan cara mereka dalam menghadirkan pendekatan atau program belum tepat, ini membuat Paslon WALI terancam semakin anjlok.
"Program yang dilakukan WALI kemungkinan tidak disusun berdasarkan pada peta pemilih Kota Malang," katanya.
Dimana, kata Anang, apa yang dijalankan oleh Paslon WALI dengan dukungan pusat, membuat seakan-akan program yang pernah dilakukan pusat dianggap semuanya sesuai di setiap daerah, khususnya Kota Malang.
"Seakan-akan program yang pernah dilakukan saat pilpres semua dianggap sesuai untuk semua daerah. Harusnya mereka (WALI) riset ke khalayak, sebenarnya apa yang masyarakat butuhkan dan inginkan," tuturnya.
Sementara, Pakat Komunikasi Politik lainnya, Wawan Sobari melihat kondisi ini bisa mengancam elektabilitas Paslon WALI dan membuatnya semakin anjlok.
Terlebih, survei yang ia lihat bahwa nama Paslon nomor urut 3, ABADI bertengger di papan atas dan Paslon WALI pun terancam bisa digeser oleh Paslon Sam HC - Ganis Rumpoko.
"Meskipun diusung 14 partai, Paslon 01 ini menurut saya belum tentu jadi jaminan bisa menang juga," katanya.
Apalagi, fenomena berbelok arah dukungan ini menurutnya sangat wajar. Dimana politik yang dinamis kerap kali berubah-ubah dan harus diwaspadai oleh setiap Paslon.
"Ketika masyarakat ketemu langsung bisa menilai secara emosional. Ada dua hal, bisa negatif bisa positif. Ini yang harus diwaspadai," ucapnya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Kampanye Kontroversial dan Minta Dukungan Jokowi Bikin Suara WALI Terancam Anjlok
Pewarta | : Rizky Kurniawan Pratama |
Editor | : Imadudin Muhammad |