TIMES JATENG, JAKARTA – Di tengah riuh digitalisasi dan gempuran konten instan, beberapa ruang sunyi tetap berdiri teguh, perpustakaan. Mereka bukan sekadar bangunan penyimpan buku, melainkan mercusuar peradaban.
Hari Buku Nasional tahun ini menjadi momen untuk menyoroti tidak hanya semangat literasi, tetapi juga kreativitas lokal dalam menciptakan perpustakaan yang unik, menginspirasi, dan dekat dengan masyarakat.
Berikut adalah beberapa perpustakaan unik yang ada di Indonesia:
1. Microlibrary Bima
Siapa sangka, 2.000 kotak es krim bekas bisa disulap jadi dinding perpustakaan? Di Taman Bima, Bandung, berdirilah Microlibrary Bima, kecil tapi penuh makna. Dindingnya menampilkan pola morse yang membentuk kalimat “buku adalah jendela dunia”.
Bangunan ini tak hanya menyimpan cerita, tetapi juga adalah cerita itu sendiri. Ia meraih pengakuan internasional lewat Aga Khan Award for Architecture pada 2019, menjadikannya simbol bahwa arsitektur dan literasi bisa bersatu dalam ruang publik.
2. Microlibrary Warak Kayu
Di jantung Kota Semarang, berdiri Microlibrary Warak Kayu, bangunan kayu yang "bernapas". Dirancang agar cahaya alami dan udara mengalir bebas, perpustakaan ini mengajak anak-anak bermain sambil membaca. Tidak ada dinding masif, tidak ada sekat kaku. Hanya ruang terbuka yang mengajak siapa saja mendekat pada buku—dengan cara yang ramah, hangat, dan berkelanjutan.
3. Perpustakaan Soeman HS
Berdiri megah dengan atap menyerupai buku terbuka, Perpustakaan Soeman HS di Pekanbaru adalah manifestasi dari cinta pada aksara. Lebih dari sekadar tempat baca, ia menyimpan warisan Melayu, lengkap dengan manuskrip lama dan pusat dokumentasi budaya.
Bagi masyarakat Riau, Soeman HS bukan hanya perpustakaan, tapi rumah besar untuk ingatan kolektif serta kebanggaan yang agung.
4. Perpustakaan UI
Di tepi danau Depok, Perpustakaan Universitas Indonesia berdiri seperti benteng sunyi bagi para pencari ilmu. Desainnya menyatu dengan alam, dengan atap yang tertutup rerumputan dan ruang baca yang menghadap langsung ke air.
Ribuan mahasiswa datang dan pergi, tapi ketenangan di dalam bangunan ini tetap sama, seakan berkata, “Ilmu selalu tenang.”
5. Gerobak Batja
Bukan gedung, bukan ruangan. Di Semarang, Gerobak Batja hadir dalam bentuk sederhana, yaitu sebuah gerobak kayu dengan rak-rak penuh buku. Ditarik ke taman, ke alun-alun, ke mana saja masyarakat berkumpul. Buku dipinjam tanpa kartu, tanpa prosedur. Syaratnya hanya satu, mau membaca.
6. Taman Bacaan Pelangi
Nila Tanzil mungkin tidak punya gedung bertingkat, tapi ia punya misi besar, menyalakan pelita literasi di Indonesia Timur. Lewat Taman Bacaan Pelangi, lebih dari 80 perpustakaan anak berdiri di desa-desa terpencil.
Warna-warni ruang baca itu bukan hanya soal estetika, tetapi harapan bahwa anak Papua, Flores, dan Alor berhak pada cerita yang sama seperti anak-anak di daerah lain.
Perpustakaan-perpustakaan tersebut tidak hadir dalam diam. Mereka dibangun dengan ide, dikelola dengan semangat, dan tumbuh karena cinta pada ilmu. Di tengah tantangan rendahnya indeks literasi dan gempuran digital, ruang-ruang ini menjadi penanda bahwa membaca belum punah.
Hari Buku Nasional bukan sekadar peringatan. Ia adalah pernyataan, bahwa selama masih ada satu ruang baca terbuka, satu buku yang disentuh dengan penghormatan, dan satu anak yang tergelak karena cerita, maka harapan kemajuan literasi Indonesia masih menyala: menjadi api abadi yang tak pernah padam. (*)
Pewarta | : Mutakim |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |