TIMES JATENG, WONOGIRI – Gen Z merupakan generasi yang lekat dengan teknologi digital. Hal ini merupakan keniscayaan karena mereka tumbuh dan berkembang bersamaan dengan pesatnya perkembangan teknologi dunia. Dengan adanya perkembangan teknologi pesat ini mendorong adanya fenomena doom spending pada Gen Z.
Doom spending atau pembelanjaan malapetaka merujuk pada perilaku seseorang yang berbelanja tanpa berpikir panjang. Saat seseorang mengalami doom spending mereka cenderung berbelanja tanpa memperhatikan investasi jangka panjang. Mereka cenderung berbelanja, jalan-jalan dan berbagai kegiatan konsumtif lainnya untuk kepuasan semata.
Fenomena doom spending terlihat sederhana dan biasa saat ini. Namun, dampaknya menyeramkan bagi masa depan Gen Z. Jika fenomena doom spending ini berlanjut akan menghancurkan finansial Gen Z dimasa yang akan datang.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilansir oleh skynews menemukan bahwa 43 persen generasi milenial dan 35 persen Gen Z menghabiskan uang mereka agar dirinya merasa lebih baik. Mereka tidak berpikir panjang saat mengeluarkan uang untuk menghibur diri mereka dan pelarian atas kecemasan, setres, dan berbagai pikiran negatif lainnya.
Beberapa hal yang menyebabkan fenomena doom spending menjadi tren saat ini, diantaranya: Pertama, Maraknya sosial media. Berdasarkan laporan dari We Are Social and Hoosuite menujukkan 98 persen Gen Z menggunakan media sosial secara aktif. Dampak dari aktivitas sosial media ini Gen Z mengkonsumsi konten-konten yang berkaitan dengan perilaku konsumtif dan gaya hidup hedon.
Kedua, Kehadiran platform e-commerce. Kehadiran berbagai platform belanja yang mudah diakses menyebabkan Gen Z memiliki kecenderungan berbelanja melalui platform belanja. Dengan kemudahan platform belanja, mereka tidak memperhitungkan kondisi ekonomi mereka.
Ketiga, Maraknya fenomena FOMO. FOMO (Fear Of Missing Out) merupakan perasaan yang tidak mau ketinggalan oleh gaya atau tren yang sedang viral. Influencer dan iklan membanjiri media sosial sehingga mempengaruhi pola pikir Gen Z. Mereka harus segera memiliki barang yang sedang viral agar tidak ketinggalan tanpa mempertimbangkan kondisi ekonomi mereka.
Keempat, Prinsip YOLO yang salah. YOLO (You Only Live Once) merupakan pemikiran bahwa manusia hidup hanya sekali maka nikmati kehidupan yang hanya sekali ini. Prinsip YOLO ini kadang kala disalah artikan oleh Gen Z karena hidup hanya sekali maka harus dipuas-puaskan, termasuk dalam bergaya hidup.
Fenomena doom spending tak bisa kita remehkan begitu saja, karena akan menimbulkan dampak negatif bagi Gen Z dimasa yang akan datang. Mereka akan memiliki gaya hidup yang hedoan dan konsumtif sehingga akan menghancurkan kemampuan finansial mereka.
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi dan mengatisipasi adanya fenomen doom spending dikalangan Gen Z diantaranya: Pertama, Memberikan literasi finansial yang baik. Fondasi finansial merupakan hal penting yang harus dipahami oleh para Gen Z. Melalui kecakapan finansial yang baik, mereka dapat mengelola keuangan dengan baik sehingga tidak mudah terjebak dalam pembelian barang yang emosional.
Kedua, Tentukan skala prioritas. Skala prioritas adalah salah satu kelemahan Gen Z dalam hal finansial. Menentukan skala prioritas perlu dibangun sejak dini agar para Gen Z mampu menentukan pilihan yang terbaiknya.
Ketiga, Miliki target masa depan. Target masa depan perlu dimiliki agar ada acuan yang akan dicapai dimasa yang akan datang. Target ini akan mengarahkan pencapaian Gen Z untuk masa depan sehingga memiliki semangat untuk mencapainya.
Keempat, Buat batasan. Batasan merupakan hal yang penting untuk mencegah adanya dorongan untuk berbelanja. Ketika batasan ini sudah disadari secara pribadi maka akan memudahkan dalam mengelola keinginan. Pembatasan ini dapat dilakukan dengan membatasi pemanfaatan kartu kredit, membatas aplikasi jual beli, dan membatasi jumlah uang dalam ATM.
Kelima, Mengatur notifikasi pengeluaran. Notifikasi pengeluaran dapat digunakan sebagai peringatan ketika pengeluaran telah mengalami batasan maksimal sehingga tidak berlanjut ke pengeluaran berikutnya yang cenderung konsumtif.
Dengan memahami akar penyebab doom spending dan cara mengatasinya semoga dapat memberikan gambaran kepada Gen Z agar terhindar dari fenomena doom spending sehingga kehidupannya dimasa yang akan datang dapat tertata dari segi finansial. Doom spending bukanlah hantu yang menyeramkan jika kita mampu untuk menata diri, menata hati, dan menata finansial.
***
*) Oleh : Dony Purnomo, Guru Geografi SMAN 1 Purwantoro.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |