TIMES JATENG, PURWOKERTO – Kehidupan dalam kampus merupakan ibarat sebuah miniatur negara, yang di mana tidak lepas dari sistem pemerintahan dan juga kehidupan berpolitik. Politik kampus adalah politik yang katanya tidak bisa disamakan dengan politik praktis.
Akan tetapi jika kita cermati, fakta yang terjadi di lapangan bahwa politik kampus dan politik praktis sudah tidak jauh berbeda. Dan itu yang menjadi persoalan, bahwasannya praktik politik yang tidak bersih dan cenderung "haus" jabatan, yang membuat belajar politik di lingkungan kampus menjadi hal yang tidak relevan untuk dipelajari dan diikuti.
Faktanya kampus sebagai wadah untuk belajar berpolitik, karena berfungsi sebagai student government. Seiring berjalannya waktu semangat untuk berpolitik praktis lebih mengemukan, dibanding dengan semangat untuk berpolitik dengan nilai, dibentuknya lembaga legislatif dan eksekutif adalah sebagai bentuk perjuangan dan sindiran terhadap politik praktis, yang bertolak belakang dengan jati diri mahasiswa.
Ketika berbicara mengenai dengan masalah politik, ada masa di mana berlangsungnya pemilih-pemilih ketua legislatif maupun eksekutif di lingkungan kampus. Dalam era politik kampus, sering sekali terjadi perbedaan pendapat baik itu mengenai pilihan calon, kualitas calon dan program-program yang dijanjikan ataupun kebijakan yang berlaku. Namun, masalah banyak kita jumpai bahwa perdebatan-perdebatan ini tidak melibatkan rasionalitas dan lebih mengedepankan sentiment.
Saat ini, masih bisa dibilang bahwa politik kampus bukan lagi sebagai ajang kontestasi. Akan tetapi lebih dari itu, kini kampus telah menjadi sebuah "arena" rivalitas bagi individu maupun organisasi-organisasi mahasiswa.
Belum lagi dari masing-masing peserta kontestan politik di kampus membawa kepentingan-kepentingan tersendiri. Selain itu, pasangan calon maju hanya untuk kepentingan organisasinya semata, tanpa melihat permasalahan nyata, yang terjadi di dalam lingkungan kampusnya.
Untuk itu, mahasiswa harus bisa berdiri sendiri dan "peka" terhadap lingkungan kampus itu sendiri. Dalam artian, harus bisa terlepas dari kepentingan golongan tertentu, bertanggung jawab mengurus organisasinya, memprioritaskan dan menjunjung tinggi kepentingan mahasiswa.
Dan sudah saatnya, politik kampus kembali kepada jalur yang benar dan melahirkan kembali marwahnya sebagai "panggung" untuk mahasiswa belajar politik yang memiliki paradigma politik yang bersih, jujur dan adil agar terwujudnya masyarakat adil makmur. Dan tetap mementingkan maslahat keberadaan insan mahasiswa. Hidup Mahasiswa!
***
*) Oleh : Ilham Alhamdi Kepala Bidang P3A HMI Kom Syariah Cabang Purwokerto dan Mahasiswa S1 Hukum Tata Negara UIN Prof. K.H. Saifudin Zuhri Purwokerto.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |