TIMES JATENG, SLEMAN – Pemerintah Kabupaten Sleman (Pemkab Sleman) terus mendorong tumbuhnya industri batik dan lurik buatan perajin lokal. Melalui kebijakan strategis dan promosi aktif, Pemkab menargetkan produk tekstil khas Sleman dapat menjangkau pasar yang lebih luas sekaligus memperkuat identitas budaya daerah.
Dorongan ini sejalan dengan instruksi langsung dari Bupati Sleman, Harda Kiswaya, yang meminta agar perajin lokal mulai mengembangkan motif-motif baru serta mengangkat kembali motif khas yang telah ada agar lebih dikenal masyarakat.
"Motif-motif khas Sleman sebenarnya sudah banyak diciptakan perajin, hanya belum semua mendapat sorotan. Ini saatnya kita bantu tampilkan karya mereka," ujar Emmy Kurnia Budianti, Ketua Tim Kerja Pengembangan Usaha Industri Disperindag Sleman, dalam konferensi pers di Ruang Sembada, Rabu (30/4/2025).
Menurutnya, sebagian besar produk batik dan lurik Sleman sudah teruji pasar dan mendapatkan repeat order. Ini menjadi bukti bahwa kualitas dan keunikan produk lokal memiliki nilai jual yang layak dikembangkan lebih lanjut.
HUT Sleman ke-109 Dijadikan Momentum Promosi Besar
Puncak perayaan Hari Jadi Kabupaten Sleman ke-109 yang jatuh pada 15 Mei 2025 akan dimanfaatkan sebagai momen promosi besar-besaran bagi batik dan lurik lokal. Salah satu fokusnya adalah menghubungkan langsung perajin dengan konsumen, memotong jalur distribusi yang selama ini masih dominan melalui toko perantara.
"Banyak masyarakat yang belum tahu harus ke mana jika ingin membeli langsung dari perajin. Event ini diharapkan jadi wadah pengenalan sekaligus membantu penjualan langsung," kata Emmy.
Upaya ini juga bertujuan memberdayakan perajin yang belum banyak menerima pesanan, terutama di tengah tantangan ekonomi saat ini. Dengan promosi langsung, pelaku UMKM di bidang tekstil bisa lebih dikenal dan diberi ruang berkembang.
Rencana Wajib Batik Sleman untuk ASN
Pemkab Sleman juga sedang mengkaji wacana penambahan hari bagi ASN untuk mengenakan batik lokal. Saat ini, kebijakan tersebut sudah berlaku satu hari dalam sepekan, namun ada usulan agar ditingkatkan menjadi dua hari atau lebih.
"Kami pastikan hanya batik yang dibuat oleh perajin asli Sleman yang akan digunakan. Produksi pun harus berasal dari wilayah ini, agar dampak ekonominya menyentuh langsung masyarakat lokal," tambahnya.
Langkah ini diharapkan dapat menjadi dorongan nyata bagi perajin serta memperkuat semangat cinta produk dalam negeri.
Data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sleman mencatat, terdapat 268 perajin batik di Sleman. Dari jumlah tersebut, 254 orang tergabung dalam Asosiasi Mukti Manunggal (MM), sedangkan 14 sisanya adalah perajin mandiri. Produk yang dihasilkan mencakup batik tulis, batik cap, serta kombinasi keduanya.
Sementara itu, jumlah perajin tenun lurik lebih banyak, yaitu 384 orang. Sebagian besar di antaranya adalah perajin stagen (371 orang), sementara perajin lurik ATBM hanya 13 orang. Wilayah produksi tenun lurik terbanyak berada di Sleman bagian barat seperti Minggir, Moyudan, hingga sepanjang koridor Jalan Kaliurang.
Tantangan Besar: Regenerasi Perajin
Meski jumlah tenaga kerja di sektor ini terbilang banyak, regenerasi perajin menjadi tantangan serius. Sebab, mayoritas pelaku usaha adalah generasi tua. Minat generasi muda terhadap usaha batik dan lurik masih rendah, kendati peluang pasar cukup menjanjikan.
"Sekarang kita sudah masuk generasi beta. Jika pasar kita perluas, kami yakin anak-anak muda bisa lebih tertarik. Apalagi mereka bisa membawa ide-ide kreatif baru untuk inovasi produk," papar Emmy.
Dengan semangat ‘Maju Bersama’, Pemkab Sleman berharap sektor batik dan lurik tak hanya menjadi warisan budaya, tapi juga sumber ekonomi berkelanjutan yang digerakkan oleh kolaborasi lintas generasi. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Gaungkan Identitas Daerah di HUT ke-109, Pemkab Sleman Genjot Potensi Batik dan Lurik Lokal
Pewarta | : A. Tulung |
Editor | : Ronny Wicaksono |