TIMES JATENG, MATARAM – Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (PP KAMMI) menyoroti pentingnya peningkatan kualitas tenaga pendamping ibadah haji dan umrah (muthowif) sebagai bagian dari upaya reformasi pelayanan haji Indonesia.

KAMMI menegaskan bahwa seluruh petugas muthowif harus melalui proses sertifikasi resmi agar memiliki kompetensi yang terukur dan profesional dalam melayani jamaah di Tanah Suci.

Ketua Harian PP KAMMI Fathiyakan Abdullah menyatakan, sertifikasi muthowif bukan lagi pilihan, melainkan sebuah keharusan demi menjaga kualitas pelayanan ibadah haji.

“Jangan sampai kuota petugas haji diisi oleh orang-orang yang tidak kompeten. Ini menyangkut hajat ibadah masyarakat Indonesia yang telah menabung bertahun-tahun untuk menunaikan rukun Islam kelima. Maka, sertifikasi muthowif adalah keharusan, bukan pilihan,” tegas Fathiyakan Abdullah dalam keterangannya, Jumat (3/10/2025).

Kualifikasi Muthowif Harus Jelas dan Profesional 

Menurut Fathiyakan, muthowif yang ideal adalah mereka yang masih muda, memiliki kemampuan Bahasa Arab, serta memahami kondisi sosial dan budaya Arab Saudi.

Dengan begitu, mereka dapat menjadi penghubung yang efektif antara jamaah Indonesia dan berbagai pihak terkait di Tanah Suci, termasuk otoritas lokal.

“Sertifikasi bukan hanya soal administrasi, tetapi soal standar pelayanan jamaah haji. Muthowif harus memiliki kualifikasi yang jelas, termasuk kemampuan bahasa, mental, fisik, dan kesiapan menghadapi dinamika di lapangan,” paparnya.

Soroti Seleksi Petugas Haji 2024-2025

KAMMI juga menyoroti pelaksanaan rekrutmen petugas haji selama dua tahun terakhir (2024–2025) yang dinilai masih menyisakan banyak masalah.

Salah satu sorotan utama adalah banyaknya petugas yang tidak memiliki peran jelas atau tidak memahami tugas mereka di lapangan.

“Ini menunjukkan bahwa proses rekrutmen petugas haji belum berbasis kompetensi. Banyak dari mereka yang seharusnya menjadi pelayan jamaah, justru terlihat seperti jamaah baru yang juga butuh bimbingan,” ujar Fathiyakan.

Kondisi ini, menurutnya, berdampak langsung pada efektivitas pelayanan ibadah haji. Alih-alih membantu, beberapa petugas justru menjadi beban tambahan di lapangan karena minimnya pemahaman dan pelatihan yang memadai.

Menyikapi hal tersebut, PP KAMMI mendesak pemerintah, khususnya Kementerian Agama dan Kementerian Haji, untuk melakukan perombakan total terhadap sistem seleksi dan pelatihan petugas haji, termasuk pemberlakuan sertifikasi ketat bagi seluruh muthowif.

“Seleksi harus transparan, terbuka, dan profesional. Pelatihan juga harus terstandarisasi secara nasional agar setiap petugas yang diberangkatkan benar-benar siap secara fisik, mental, pengetahuan, dan bahasa,” ungkapnya.

Fathiyakan menambahkan bahwa negara memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan kualitas pelayanan ibadah haji bagi warganya. Oleh karena itu, peningkatan kualitas dan profesionalisme petugas pendamping haji harus menjadi prioritas.

“Setiap tahun kita mengirimkan puluhan ribu jamaah ke Tanah Suci. Negara harus memastikan bahwa mereka didampingi oleh petugas yang siap melayani, bukan justru menjadi beban tambahan. Ini bagian dari tanggung jawab negara dalam memfasilitasi ibadah umat,” kata Fathiyakan.

Dengan meningkatnya jumlah jamaah haji dari Indonesia setiap tahun, KAMMI menilai sudah waktunya negara hadir secara penuh dalam memastikan kualitas layanan ibadah. Salah satu langkah konkret yang diusulkan adalah menjadikan sertifikasi muthowif sebagai syarat utama dalam proses perekrutan tenaga pendamping haji.(*)