TIMES JATENG, HALMAHERA – Pulau Sayafi, Halmahera Tengah, Kamis (17/8/2025) pagi terasa berbeda. Angin laut bertiup kencang, ombak berkejaran, dan langit biru bersih menaungi gugusan pulau kecil di ujung timur Indonesia. 

Di tengah panorama itu, bendera Merah Putih berkibar gagah. Upacara penancapan dan pembentangan Sang Saka digelar khidmat di Kecamatan Patani Utara, Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara, memperingati HUT ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia.

Momen ini tak sekadar seremoni. Bagi masyarakat perbatasan, mengibarkan Merah Putih di pulau terluar adalah wujud nyata cinta tanah air sekaligus penegasan eksistensi mereka sebagai garda terdepan nusantara.

Upacara di Garda Terdepan

Upacara dipimpin langsung oleh Ketua Kontak Tani dan Nelayan (KTNA) sekaligus Wakil Ketua Harian Kosgoro PDK 1957 Halmahera Tengah, Kaderun Karim. Ia berdiri tegak di bibir pantai, dengan tatapan penuh semangat saat bendera merah dan putih perlahan naik ke langit.

Turut hadir Ketua Panitia Pelaksana Taher Abdul Karim, Bendahara Bakor DOB Patani Gebe Salim Kamaraja, tokoh adat, tokoh masyarakat, tokoh perempuan, Ketua HIPMA Patani M. Nur Hazzaq Rafli, hingga pemuda-pemudi perbatasan. Semua larut dalam suasana haru dan kebanggaan.

“Pulau Sayafi dan Liwo bukan hanya titik di peta, melainkan simbol sejarah dan potensi besar untuk Halmahera Tengah,” tegas Kaderun dalam sambutannya.

Potensi yang Terabaikan

Menurut Kaderun, Sayafi dan Liwo menyimpan kekayaan alam yang belum dikelola optimal. Kedua pulau ini memiliki potensi pertanian, perikanan, hingga sumber daya alam lain yang bisa menjadi penopang ekonomi daerah.

“Dari sini lahir generasi yang kini menjadi bupati, wakil bupati, bahkan anggota DPR. Pulau ini pernah menjadi penopang ekonomi daerah. Sayangnya, pemerintah masih menutup mata,” ujarnya lantang.

Ia mengingatkan bahwa suara masyarakat perbatasan harus lebih didengar. Kehidupan warga di pulau-pulau terluar sering kali jauh dari perhatian pusat, padahal mereka adalah garda depan bangsa di Samudera Pasifik.

Semangat generasi muda juga menjadi sorotan. Kaderun menegaskan, anak-anak pulau harus tetap menjaga api nasionalisme sembari mengawal pembangunan Halmahera Tengah. Ia berharap kepemimpinan daerah saat ini bisa benar-benar hadir di tengah masyarakat perbatasan.

“Pemerintah jangan abaikan Sayafi dan Liwo. Ini bukan sekadar wilayah, tapi menyangkut kesejahteraan rakyat dan martabat bangsa,” pungkasnya.

Pesannya disambut tepuk tangan peserta upacara. Banyak di antara mereka menitikkan air mata, menyadari betapa besar harapan yang dititipkan pada bendera yang berkibar di atas pasir putih pulau kecil itu.

Bendera Sepanjang 80 Meter

Usai upacara, acara dilanjutkan dengan aksi simbolis: pembentangan bendera Merah Putih sepanjang 80 meter di permukaan laut, tepat di Pulau Sayafi dan Liwo. Panjang bendera itu seakan merepresentasikan usia Republik Indonesia yang ke-80 tahun.

Pemandangan itu begitu megah. Merah Putih membentang di atas birunya samudera, dikelilingi riuh tepuk tangan dan pekik “Merdeka!” dari warga yang hadir.

Bagi masyarakat Patani Utara, aksi ini bukan hanya tradisi tahunan, melainkan bentuk pengingat bahwa mereka adalah bagian tak terpisahkan dari Indonesia. Meski jauh di perbatasan, semangat kebangsaan tetap menyala, sama kuatnya dengan semangat di ibu kota.

Upacara di Pulau Sayafi dan Liwo memberi pesan kuat: kedaulatan bangsa tidak hanya dijaga dengan senjata, tetapi juga dengan kesetiaan rakyatnya di pulau terluar. Mereka yang hidup di garda depan samudera, menatap laut luas menuju Pasifik, tetap setia menjaga Merah Putih berkibar.

Di tengah terpaan angin dan derasnya ombak, Sang Saka berdiri tegak. Bagi warga Halmahera Tengah, itulah simbol martabat, harapan, sekaligus masa depan. (*)