TIMES JATENG, SEMARANG – Serikat Tani Nelayan (STN) menegaskan bahwa perekonomian Indonesia saat ini tengah digerogoti praktik "serakahnomics". Istilah yang sebelumnya dipopulerkan Presiden RI Prabowo Subianto itu digunakan untuk menggambarkan situasi ketika kekayaan alam dan ruang hidup rakyat terkonsentrasi di tangan segelintir elite, oligarki, perilaku korup, serta kepentingan asing.
Peringatan tersebut disampaikan Ketua Umum PP STN, Ahmad Rifai, dalam pidato pembukaan Kongres IX STN yang digelar di Lapangan Desa Kemitir, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (15/11/2025).
Indikator Ekonomi Positif Dinilai Belum Menjawab Persoalan Desa
Rifai yang akrab disapa Pai asal Masbagik Lombok Timur ini mengakui bahwa sejumlah indikator ekonomi menunjukkan tren positif. Nilai tukar petani disebut meningkat 13,54 persen, sementara angka kemiskinan turun 0,10 persen.
Namun, menurutnya, capaian tersebut belum mencerminkan perubahan nyata bagi masyarakat di desa.
“Data itu terlihat baik, tetapi tidak menyentuh akar persoalan rakyat. Petani dan nelayan masih terancam kehilangan ruang hidupnya,” ungkap Rifai.
Eksplorasi SDA dan Dominasi Elite
Rifai menilai kondisi tersebut merupakan dampak langsung dari serakahnomic. Ia menyoroti meningkatnya eksploitasi sumber daya alam, intervensi modal asing dalam pengelolaan lahan dan perairan, serta meluasnya kendali elite terhadap komoditas pangan strategis.
“Sumber daya yang mestinya menjadi penopang hidup rakyat justru dikuasai segelintir orang,” tegasnya.
Menurutnya, praktik tersebut membuat posisi petani dan nelayan semakin rentan, baik dari sisi ekonomi maupun keberlanjutan ruang hidup.
Lonjakan Konflik Agraria jadi Alarm Bahaya
STN juga mencatat lonjakan konflik agraria sepanjang 2025 yang mencapai 295 kasus. Konflik itu mencakup sengketa dengan perusahaan, tumpang tindih administrasi pertanahan, hingga berbagai bentuk perampasan ruang hidup masyarakat.
Rifai menilai maraknya konflik tersebut mengindikasikan buruknya tata kelola agraria dan minimnya keberpihakan negara terhadap rakyat kecil.
Desak Perombakan Sistem Ekonomi Politik Nasional
Untuk keluar dari jebakan serakahnomics, STN menyerukan perombakan menyeluruh terhadap sistem ekonomi politik nasional.
Rifai menekankan perlunya memperkuat posisi rakyat melalui pelatihan peningkatan nilai komoditas, pembenahan pascapanen, strategi tunda jual, serta perluasan akses permodalan dan teknologi melalui kerja sama dengan bank-bank negara.
Menurutnya, negara harus hadir bukan sekadar sebagai regulator, tetapi sebagai pelindung aktif terhadap hak-hak masyarakat desa.
“Tanpa keberpihakan negara, petani dan nelayan akan terus tersisih di tanah mereka sendiri,” ujarnya.
Pembangunan Tidak Boleh Hanya Bertumpu pada Angka Makro
Rifai juga mengingatkan pemerintah agar tidak terjebak pada euforia capaian ekonomi makro semata.
Ia menegaskan bahwa pembangunan harus memastikan kebijakan benar-benar menjawab kebutuhan dasar rakyat, terutama kedaulatan pangan dan stabilitas harga.
“Jika ingin keadilan tumbuh, mulailah dari desa, dari mereka yang menjaga pangan bangsa,” kata Rifai, di acara Kongres IX STN.(*)
| Pewarta | : Anugrah Dany Septono |
| Editor | : Faizal R Arief |