TIMES JATENG, BLORA – Dinas Kesehatan Daerah Blora (Dinkesda Blora) akhirnya memberikan klarifikasi resmi terkait dugaan keracunan yang dialami sejumlah siswa dari tiga sekolah, yakni SMPN 1 Blora, SMP Kristen Blora, dan SMP Katolik Blora, usai mengonsumsi menu dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG), beberapa waktu lalu.
Insiden tersebut terjadi setelah para siswa mengonsumsi hidangan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) beberapa waktu lalu.
Sekretaris Dinkesda Blora Nur Betsia Bertawati, menjelaskan bahwa pihaknya telah menerima laporan hasil laboratorium yang menjadi dasar penetapan penyebab keracunan.
Menurutnya, hasil pemeriksaan laboratorium bakteriologis terhadap sampel air dan makanan menunjukkan adanya cemaran bakteri berbahaya.
“Berdasarkan hasil laboratorium bakteriologis air dan makanan, keracunan makanan disebabkan oleh bakteri E. coli yang terkandung di makanan,” jelasnya, Senin (8/12/2025).
Lebih lanjut, Nur Betsia memaparkan data jumlah siswa yang terdampak setelah menyantap menu MBG yang disajikan pada 25 September 2025.
Dari total 810 siswa yang menerima makanan hari itu, 444 siswa mengalami gejala sakit mulai dari sakit perut, diare, mual, muntah, demam, hingga pusing.
Dari ratusan siswa tersebut, lima orang harus menjalani rawat inap, dengan rincian empat siswa dirawat di Rumkitban Blora dan satu siswa di RSUD Blora.
“Sebanyak 810 siswa yang makan, 444 siswa mengalami gejala sakit perut, diare, mual, muntah, demam, dan pusing. Jumlah siswa yang dirawat inap di rumah sakit sebanyak 5 orang. Empat dirawat di Rumkitban Blora, kemudian satu siswa di RSUD Blora,” ujarnya.
Selain itu, terdapat 117 siswa yang menjalani rawat jalan, sementara 322 siswa lainnya hanya mengalami gejala ringan tanpa memerlukan perawatan di fasilitas kesehatan.
Nur Betsia menjelaskan, hasil laboratorium yang dikirimkan ke BLK Semarang mendapati bahwa menu yang disiapkan pada hari kejadian terdiri dari ayam woku, tumis pakcoy wortel saus tiram, serta buah melon.
Adapun temuan bakteri dari tandon air di SPPG yang memproduksi makanan itu. Seluruh menu tersebut kemudian dianalisis untuk mendeteksi potensi kontaminasi.
Ia menegaskan, faktor utama penyebab keracunan diduga kuat berasal dari proses pengolahan makanan yang tidak sempurna, sehingga memungkinkan bakteri bertahan hidup dan berkembang.
“Kemungkinan keracunan makanan ini disebabkan oleh pengolahan yang tidak sempurna yang masih memungkinkan bakteri untuk tetap hidup dan berkembang di dalam makanan,” tambahnya.
Dengan adanya klarifikasi ini, Dinkesda Blora berharap masyarakat memperoleh informasi yang benar mengenai penyebab insiden, sekaligus menjadi evaluasi penting bagi pelaksanaan program makan bergizi di masa mendatang. (*)
| Pewarta | : Ahmad Rengga Wahana Putra [MG-301] |
| Editor | : Hendarmono Al Sidarto |