TIMES JATENG, YOGYAKARTA – Ribuan warga tumpah ruah di sepanjang Jalan Solo, Yogyakarta, Minggu (8/6/2025), untuk menyaksikan Kirab Budaya Undhuh-Undhuh, sebuah tradisi sakral lintas iman yang diselenggarakan di Kelurahan Klitren. Tradisi ini bukan sekadar pawai budaya, tetapi juga wujud nyata toleransi antarumat beragama yang menjadi jati diri Kota Yogyakarta.
Pawai dimulai Minggu pukul 08.30 WIB dari Kantor Kelurahan Klitren dan berakhir di halaman Gereja Kristen Jawa (GKJ) Sawo Kembar. Sejak pagi, jalanan dipenuhi penonton dan pengguna jalan yang ingin menyaksikan prosesi unik penuh simbol keberagaman ini. Arus lalu lintas pun sempat tersendat karena antusiasme warga yang sangat tinggi.
Sebanyak 7 andong kehormatan dan 19 gunungan dari enam agama besar, lembaga pendidikan, sekolah, hingga komunitas masyarakat turut memeriahkan kirab ini. Para tokoh agama, pelajar, hingga seniman tampil dalam harmoni, menunjukkan wajah toleransi sejati di tengah masyarakat multikultural.
Tradisi Penuh Makna dan Simbol Persatuan
Undhuh-Undhuh sendiri adalah tradisi tahunan yang digelar sebagai ungkapan syukur atas limpahan berkah Tuhan. Namun lebih dari itu, kegiatan ini juga menjadi medium dialog budaya dan spiritual antarumat beriman.
Ketua Panitia, Joko Pamungkas, menyebut kirab ini sebagai “ruang pertemuan antara adat, agama, dan seni” yang hidup di tengah masyarakat Klitren. Tahun ini, Undhuh-Undhuh memasuki pelaksanaan ke-7 dan semakin inklusif dengan keterlibatan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Yogyakarta.
“Kami ingin kegiatan ini menjadi momentum yang meluas, tidak hanya di Klitren, tapi juga sebagai contoh untuk Indonesia,” kata Joko.
Prosesi kirab tidak hanya menampilkan budaya, tapi juga sisi spiritual. Di tengah kirab, dilakukan pemberkatan gunungan oleh enam tokoh agama dari FKUB Yogyakarta. Sebelumnya, peserta kirab disuguhi sendratari religius di depan GKJ Gondokusuman sebelum menuju finis di Embung Langensari.
Yogyakarta, Kota Budaya dan Toleransi
Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo hadir dalam kegiatan ini dan memberikan apresiasi atas kolaborasi antar komunitas. Ia menyampaikan pesan penting kepada seluruh peserta.
“Salam budaya! Lestari budayaku! Umat beragama harus bersatu, saling menghargai, dan tidak membedakan satu sama lain,” tegas Hasto disambut tepuk tangan meriah.
Sementara itu, Ketua Majelis GKJ Gondokusuman menyampaikan filosofi gunungan dalam tradisi ini.
“Gunungan itu lambang kesuburan dan sumber kehidupan. Dari gununglah air mengalir. Budaya adalah jembatan kebersamaan lintas iman,” ujarnya.
Pertunjukan Seni dan Bazar UMKM Meriahkan Acara
Tidak hanya kirab, rangkaian Undhuh-Undhuh 2025 juga berlangsung selama dua hari. Pada Sabtu (7/6/2025), digelar pertunjukan seni tradisi di Embung Langensari mulai pukul 09.00 hingga 22.00 WIB. Keesokan harinya dilanjutkan dengan kirab budaya, arak-arakan gunungan, dan bazar UMKM yang memperkenalkan produk-produk lokal.
Sekretaris Panitia, Paulus Kristriyanto, menambahkan, tahun ini pelaksanaan Undhuh-Undhuh jauh lebih besar dibanding tahun-tahun sebelumnya.
“Ada tujuh andong kehormatan dan puluhan gunungan yang merepresentasikan keberagaman komunitas. Ini menjadi bentuk nyata kebersamaan dalam keberagaman,” ujarnya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Ribuan Warga Saksikan Pawai Gunungan Lintas Agama di Yogyakarta, Simbol Toleransi dan Budaya
Pewarta | : Zidniy Husnaya (Magang) |
Editor | : Deasy Mayasari |