https://jateng.times.co.id/
Berita

Ruwetnya Penataan Pasar Tulakan Pacitan, Macet dan Relokasi Jadi Batu Sandungan

Selasa, 16 Desember 2025 - 13:55
Ruwetnya Penataan Pasar Tulakan Pacitan, Macet dan Relokasi Jadi Batu Sandungan Aktivitas pedagang di Pasar Tulakan kerap memicu kemacetan. Pemkab Pacitan menyiapkan pembebasan lahan dan penataan ulang pasar untuk mengurai kepadatan (FOTO: Yusuf Arifai/TIMES Indonesia)

TIMES JATENG, PACITAN – Upaya penataan dan perluasan Pasar Tulakan, Kecamatan Tulakan, Kabupaten Pacitan, masih menemui jalan berliku. 

Di satu sisi, pemerintah daerah terus memacu pembebasan lahan dan menyiapkan pembangunan los pedagang baru. 

Namun di sisi lain, penolakan sebagian pedagang terhadap rencana relokasi membuat proses penataan pasar ini belum sepenuhnya mulus.

Pemkab Pacitan menargetkan pembangunan los pedagang baru rampung pada Juli 2026. Los tersebut diproyeksikan mampu menampung sekitar 40 hingga 50 pedagang yang selama ini berjualan di bagian depan pasar, bahkan sampai meluber ke badan jalan.

Pasar-Tulakan-2.jpg

Kepala Bidang Pengelolaan Pasar Daerah Dinas Perdagangan dan Tenaga Kerja (Disdagnaker) Pacitan, Bambang Surono, mengatakan pembangunan fisik los baru direncanakan dimulai pada 2026. Namun, ada satu syarat utama: pembebasan lahan harus tuntas tahun ini.

“Pembangunan fisik direncanakan tahun 2026 dengan anggaran sekitar Rp350 juta. Targetnya bisa menampung 40 sampai 50 pedagang dan selesai Juli 2026,” ujar Bambang, Selasa (16/12/2025).

Saat ini, Pemkab Pacitan bersama lintas organisasi perangkat daerah (OPD) tengah memproses pembebasan lahan di belakang Pasar Tulakan. 

Lahan tersebut berada di RT/RW 3/3 Desa Tulakan, berupa tanah kosong milik warga yang nantinya akan dimanfaatkan untuk penataan dan pengembangan fasilitas pasar.

Menurut Bambang, penambahan los pedagang menjadi langkah strategis untuk mengurai kemacetan yang selama ini kerap terjadi, terutama saat hari pasaran. 

Selama ini, aktivitas jual beli banyak berlangsung di tepi jalan hingga badan jalan, sehingga arus lalu lintas di jalur utama Tulakan–Lorok kerap tersendat.

“Selama ini lahannya masih sewa, hanya untuk mem-backup pedagang di depan pasar. Ke depan, setelah lahannya siap, pedagang akan direlokasi ke belakang dan dibuatkan los lapak,” jelasnya.

Selain demi penataan kawasan, pembebasan lahan juga dinilai lebih efisien dari sisi anggaran. Pasalnya, selama lahan masih berstatus sewa, Pemkab Pacitan harus mengeluarkan biaya sekitar Rp55 juta per tahun kepada pihak perseorangan.

Awalnya, luas lahan yang diusulkan untuk dibebaskan mencapai 483 meter persegi. Namun berdasarkan hasil pemetaan dari pihak pertanahan, luas riil lahan tercatat sekitar 347 meter persegi.

“Menurut gambar pemetaan dari pertanahan, luasnya tinggal 347 meter persegi. Sertifikatnya masih proses, kemungkinan akhir bulan ini selesai. Kemarin mau ikut PTSL tapi tidak bisa, akhirnya mandiri,” kata Bambang.

Biaya Pembebasan Belum Dibayarkan

Proses pembebasan lahan ini juga dibenarkan Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (Disperkimtan) Pacitan, Heru Tunggul Widodo. Ia menyebut tahapan pengadaan lahan kini sudah masuk proses penilaian oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).

“Hasil appraisal nanti akan disampaikan ke pemilik tanah sebelum masuk tahap pembayaran,” ujarnya.

Pasar-Tulakan-3.jpg

Heru menambahkan, Pemkab Pacitan menyiapkan anggaran sekitar Rp300 hingga Rp400 juta untuk pembebasan lahan. Anggaran tersebut tidak hanya untuk pembayaran tanah, tetapi juga mencakup biaya appraisal, sosialisasi, rapat, hingga honor pelaksana kegiatan.

Menurutnya, lahan yang dibutuhkan merupakan milik dua warga setempat. Hingga kini, proses pembebasan berjalan relatif lancar tanpa kendala berarti.

“Sosialisasi sudah dilakukan, pengukuran bersama pemerintah desa juga aman. Targetnya selesai Desember ini,” tegas Heru.

Pembebasan lahan tersebut sebelumnya telah dianggarkan melalui Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) 2025 sebesar sekitar Rp300 juta. 

Dana ini menjadi fondasi awal agar Pasar Tulakan bisa dikembangkan menjadi lebih representatif dan mampu menampung lebih banyak pedagang.

Meski begitu, Heru menegaskan pembangunan fisik belum bisa dilakukan tahun ini. “Pembebasan dan pelepasan hak lahannya harus selesai dulu sebelum akhir tahun. Fisiknya baru tahun depan,” ujarnya.

Pedagang Menolak Direlokasi

Di tengah upaya penataan fisik, tantangan lain muncul dari sisi sosial. Sebagian pedagang Pasar Tulakan disebut menolak direlokasi ke area belakang pasar. Hal ini diakui Kepala Disdagnaker Pacitan, Acep Suherman.

“PR-nya memang satu. Kalau ada pedagang yang tidak mau dipindah ke belakang, nanti urusannya dengan pihak ketiga soal sewa bangunan,” kata Acep.

Menurut Acep, jumlah pedagang yang keberatan pindah terbilang cukup banyak. Namun Pemkab Pacitan memilih tidak memaksakan kebijakan tersebut.

“Informasi terakhir, memang banyak pedagang yang nggak mau pindah. Ya silakan, nanti kontraknya dengan pihak swasta. Pemda sudah tidak ikut-ikut,” ujarnya.

Meski demikian, rencana penataan tetap berjalan. Pembangunan los di area belakang pasar direncanakan mulai Februari atau Maret 2026. Konsep yang diusung adalah los terbuka, dengan hanya beberapa kios permanen.

“Modelnya nanti los, kios cuma sedikit,” jelas Acep. Tahap awal pembangunan diperkirakan menelan anggaran sekitar Rp400 juta dari APBD Pacitan dan ditargetkan rampung sebelum Juli 2026.

Tidak Ada Lahan Parkir 

Sementara itu, persoalan kemacetan di sekitar Pasar Tulakan masih menjadi pekerjaan rumah. Setiap hari pasaran Kliwon, arus lalu lintas kerap macet akibat pedagang kaki lima yang berjualan di trotoar hingga badan jalan, ditambah kendaraan pengunjung yang parkir sembarangan.

Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Pacitan, Bambang Marhaendrawan, mengatakan pihaknya rutin menurunkan petugas untuk mengatur lalu lintas dengan berkoordinasi bersama Polsek setempat.

“Kami sudah mengirimkan petugas dan bekerja sama dengan polsek untuk pengaturan kendaraan pedagang setiap hari pasaran,” katanya saat dihubungi TIMES Indonesia. 

Namun kendala utama masih soal lahan parkir. Hingga kini, area parkir masih memanfaatkan lahan milik masyarakat.

“Secara administrasi kami belum memberlakukan sanksi. Pendekatan kami masih humanis karena menyangkut ekonomi rakyat kecil di desa,” ujarnya.

Meski demikian, Bambang menegaskan arahan Bupati Pacitan Indrata Nur Bayuaji sudah jelas. Pasar harus lebih tertib, lalu lintas lancar, dan pedagang serta pengunjung sama-sama merasa nyaman.

Masalah keterbatasan lahan parkir ini juga tak lepas dari sengketa lahan yang sempat terjadi sekitar lima tahun lalu. 

Sengketa tersebut membuat rencana perluasan area jual beli dan parkir gagal terealisasi, sehingga hingga kini Pasar Tulakan masih bergulat dengan persoalan ruang dan kemacetan.

Dengan berbagai persoalan yang menyertai, penataan Pasar Tulakan menjadi pekerjaan besar yang membutuhkan sinergi lintas sektor, kesediaan pedagang, serta konsistensi kebijakan pemerintah daerah. 

"Harapannya, pasar tradisional ini bisa ditata lebih rapi, tertib, dan benar-benar menjadi penggerak ekonomi lokal di wilayah timur Pacitan," pungkas Bambang Marhaendrawan. (*)

Pewarta : Yusuf Arifai
Editor : Ronny Wicaksono
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jateng just now

Welcome to TIMES Jateng

TIMES Jateng is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.