TIMES JATENG, JAWA TENGAH – Pembangunan ekonomi daerah yang tangguh dan inklusif tidak dapat lagi hanya mengandalkan industri konvensional dan proyek-proyek besar berbiaya tinggi.
Dalam konteks Jawa Tengah, dengan karakteristik wilayah yang dominan pedesaan, strategi penguatan ekonomi berbasis wisata kreatif desa menjadi langkah relevan dan berkelanjutan.
Pendekatan ini memungkinkan integrasi antara kekayaan alam, keunikan budaya, serta potensi produk lokal seperti kopi dan kuliner tradisional sekaligus memperkuat fondasi ekonomi rakyat.
Selama ini, berbagai program pemerintah daerah telah mendorong munculnya desa-desa wisata. Banyak di antaranya masih bersifat infrastruktur-sentris, sementara aspek kelembagaan, inovasi produk wisata, dan keberlanjutan ekonomi lokal belum mendapat perhatian yang memadai.
Di sinilah perlu adanya pembaruan dan penguatan program yang lebih menyeluruh dan strategis oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
Episentrum Ekonomi Kreatif Lokal
Desa wisata tidak hanya menjadi ruang rekreasi, tetapi juga pusat pemberdayaan ekonomi lokal. Desa Kandri di Semarang, misalnya, telah mulai memadukan wisata alam dengan batik tradisional.
Sementara Desa Karangrejo di Magelang mengembangkan wisata berkuda dan pertanian organik. Namun, tantangan yang mengemuka adalah keterbatasan kapasitas manajerial, minimnya integrasi antara produk lokal dan narasi wisata, serta lemahnya kanal pemasaran digital.
Wisata kreatif menawarkan peluang untuk membangun ekosistem ekonomi berbasis kearifan lokal. Ekosistem ini berakar pada tiga kekuatan utama: pangan lokal, produk kreatif seperti kopi, serta keunikan seni dan budaya.
Sayangnya, program-program provinsi yang ada cenderung tersebar, tumpang tindih, dan belum terintegrasi secara sistematik ke dalam satu kerangka pengembangan desa wisata kreatif.
Pangan Lokal dan Kuliner sebagai Daya Tarik Wisata
Pangan lokal adalah identitas rasa sekaligus sumber penghidupan masyarakat desa. Potensi seperti nasi megono, soto khas Kudus, gethuk Magelang, dan aneka hasil olahan singkong atau jagung masih minim dikembangkan sebagai konten utama dalam produk wisata kuliner. Padahal, pengalaman wisatawan kerap dimulai dari indera: rasa dan aroma.
Program pengembangan desa wisata perlu memasukkan komponen penguatan ekonomi pangan lokal, bukan sekadar menampilkan kuliner sebagai pelengkap.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah bisa mengembangkan kluster gastronomi desa yang menggabungkan wisata kuliner, edukasi gizi lokal, dan pengembangan UMKM olahan pangan. BUMDes dan kelompok wanita tani bisa menjadi motor utama program ini, bila diberi pelatihan dan dukungan distribusi.
Kreativitas dan Simbol Ekonomi Baru
Kopi lokal seperti Kopi Temanggung, Petungkriyono (Pekalongan), dan Banjarnegara menyimpan potensi besar sebagai daya tarik wisata sekaligus komoditas ekspor bernilai tinggi. Namun, branding dan sertifikasi produk seringkali tertinggal.
Program yang ada umumnya berfokus pada produksi, belum menyentuh aspek pengalaman wisata. Misalnya dengan menciptakan paket wisata kebun kopi, kelas roasting, atau kafe budaya di desa.
Sektor ini memerlukan perbaikan pendekatan: tidak cukup sekadar memberi bantuan alat atau bibit, tetapi dengan membangun rantai nilai wisata kopi yang menghubungkan petani, pelaku pariwisata, dan pelaku seni.
Pemerintah Provinsi perlu mengembangkan program terpadu “Kampung Kopi Kreatif” yang menggabungkan penguatan kualitas, narasi lokal, hingga promosi digital.
Potensi ekowisata seperti Gunung Prau, Curug Lawe, hingga kawasan hutan di Blora adalah aset luar biasa. Namun, pembangunan destinasi wisata alam seringkali berujung pada eksploitasi sumber daya tanpa menjaga daya dukung lingkungan. Beberapa proyek justru menimbulkan konflik kepentingan antara investor dan warga lokal.
Pemerintah Provinsi perlu mengubah pendekatan pengembangan wisata alam menjadi ekowisata berbasis komunitas, dengan memastikan bahwa komunitas lokal menjadi pengelola utama, bukan hanya penonton.
Hal ini dapat dilakukan dengan penguatan kelembagaan Pokdarwis, pelatihan konservasi lingkungan, dan akses ke insentif berbasis kinerja ekowisata lestari.
Rekomendasi Strategis
Agar program pengembangan desa wisata benar-benar berkontribusi terhadap penguatan ekonomi rakyat dan menciptakan manfaat jangka panjang, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah perlu melakukan reformasi kebijakan dalam tiga hal berikut:
Pertama, Integrasi Program Desa Wisata ke dalam Kerangka Ekonomi Kreatif Terpadu. Alih-alih menjalankan program desa wisata sebagai proyek sektoral di bawah Dinas Pariwisata saja.
Pemprov perlu membentuk Tim Koordinasi Ekonomi Kreatif Desa, yang melibatkan lintas OPD seperti Dinas Koperasi & UMKM, Dinas Pertanian, Dinas Kebudayaan, serta Dinas Kominfo.
Desa-desa wisata unggulan harus menjadi laboratorium integrasi antara budaya, pangan, produk lokal, dan digitalisasi.
Kedua, Revitalisasi Program Pendampingan dan Kurasi Produk Wisata. Pendampingan terhadap desa wisata perlu diperluas tidak hanya dalam bentuk pelatihan, tetapi juga kurasi produk, narasi wisata, dan pemetaan kekuatan lokal.
Provinsi dapat bermitra dengan universitas lokal, komunitas kreatif, dan pelaku industri untuk mendampingi desa-desa dalam membangun “cerita wisata” yang otentik dan menjual. Ini termasuk penilaian daya saing, pelatihan storytelling, dan penciptaan paket wisata tematik.
Ketiga, Skema Dana Insentif Berbasis Kinerja dan Dampak Sosial. Perlu dibentuk Dana Insentif Desa Wisata Kreatif yang diberikan tidak semata-mata berdasarkan usulan administratif, tetapi melalui penilaian berbasis kinerja, partisipasi masyarakat, dan dampak sosial ekonomi yang dihasilkan.
Skema insentif ini dapat mendorong desa berinovasi, memperkuat gotong royong, dan menghindari ketergantungan pada dana hibah jangka pendek.
Jawa Tengah memiliki keunggulan strategis: alam yang elok, budaya yang kuat, dan masyarakat yang kreatif. Namun, agar desa-desa wisata bisa menjadi poros penggerak ekonomi yang tangguh, dibutuhkan pendekatan kebijakan yang tidak parsial dan sektoral, melainkan menyeluruh dan berakar pada potensi warga.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah memiliki peran krusial untuk menciptakan sinergi lintas sektor dan menghadirkan program-program yang tidak hanya menggerakkan ekonomi, tetapi juga melestarikan budaya, menjaga lingkungan, dan memperkuat ketahanan desa.
Kini saatnya desa tidak hanya menjadi obyek pembangunan, tetapi menjadi subjek utama dalam perjalanan ekonomi kreatif yang mensejahterakan. (*)
***
*) Oleh : Kholid Abdillah, Ketua DPW Garda Bangsa Jawa Tengah, Anggota Komisi A DPRD Jateng dari PKB.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |