TIMES JATENG, BANYUMAS – Dunia sastra Indonesia kembali digugah dengan sebuah inovasi pertunjukan yang unik dan belum pernah ada sebelumnya. Bertajuk "Sastra Sulap Puitik", seniman asal Banyumas, Yoga Bagus Wicaksana atau akrab disapa Tempolong, sukses menghadirkan kolaborasi antara seni baca puisi dan trik sulap visual dalam sebuah panggung yang memikat, Minggu malam (3/8/2025).
Pertunjukan tersebut menjadi bagian dari agenda "Mengenang WS Rendra", yang digelar oleh Sanggar Seni Samudra di Jalan Prof. M. Yamin, Purwokerto Selatan, Jawa Tengah. Ratusan penonton memadati lokasi, menikmati pertunjukan langka yang dikemas secara dramatik, estetik, dan penuh kejutan.
Dalam aksinya, Yoga membacakan puisi ikonik “Sajak Burung-Burung Kondor” karya WS Rendra. Namun yang membuat penonton terkesima, adalah ketika buku puisi hitam yang ia pegang tiba-tiba mengeluarkan api, lalu secara ajaib menghadirkan seekor burung di tengah-tengah lantunan puisinya. Paduan teatrikal dan visual ini menciptakan pengalaman sastra yang hidup dan menyentuh.
"Saya tidak menyangka bisa melihat pertunjukan puisi seperti ini. Sangat luar biasa dan menghibur," ujar Reza (25), salah satu penonton yang hadir.
Sementara itu, budayawan sekaligus pegiat sastra Banyumas, Drs. Edi Romadhon (67), yang turut hadir sebagai narasumber diskusi, menyampaikan apresiasi atas penampilan inovatif tersebut.
"Mas Tempolong ini memang seniman luar biasa. Sastra Sulap Puitik ini saya yakini yang pertama di Indonesia, dan bisa menjadi obat dari kejenuhan terhadap format pembacaan puisi yang konvensional,” katanya.
Salah satu jurnalis TIMES Indonesia, Sutrisno juga tidak kalah untuk tampil menghipnotis penonton dengan membawakan puisi perjuangan berjudul Gerilya. Menurutnya, puisi yang ditulis tahun 1955 ini adalah gambaran perjuangan ditengah gejolak ekonomi, sosial, dan budaya di masyarakat.
Selain pertunjukan puisi sulap, acara juga diramaikan dengan musikalisasi puisi, serta diskusi publik bertajuk “1 Jam Lebih Dekat WS Rendra”, yang menghadirkan para pegiat sastra lintas generasi di Banyumas.
Kegiatan ini menjadi momentum penting bagi dunia kesenian di Banyumas. Tidak hanya sebagai penghormatan terhadap sang maestro WS Rendra, tetapi juga sebagai upaya menyegarkan semangat sastra dengan pendekatan baru yang lebih visual dan interaktif.
"Kami ingin membuktikan bahwa sastra tidak mati, hanya butuh dikemas ulang agar bisa menjangkau lebih banyak kalangan, terutama generasi muda,” ujar Yoga usai pertunjukan.
Dengan keberhasilan pertunjukan perdananya ini, Sastra Sulap Puitik diharapkan bisa menginspirasi bentuk bentuk baru dalam dunia seni pertunjukan, serta menjadi ikon baru yang lahir dari bumi Banyumas untuk Indonesia. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Sastra Sulap Puitik, Pertunjukan Inovatif Karya Yoga Bagus Wicaksana Tampil Perdana di Indonesia
Pewarta | : Sutrisno |
Editor | : Deasy Mayasari |