TIMES JATENG, BANYUMAS – Menjawab tantangan zaman, Pondok Pesantren El-Fira Hybrid di Kabupaten Banyumas hadir dengan konsep unik pesantren berbasis sosiopreneurship. Sebuah pendekatan pendidikan Islam yang mengintegrasikan nilai nilai ibadah dengan aktivitas ekonomi secara harmonis.
Pengasuh Pondok Pesantren El-Fira Hybrid, Prof. Dr. KH. Fathul Amin Aziz, menjelaskan bahwa pesantren ini tidak hanya mendidik santri secara spiritual, tetapi juga membentuk karakter wirausaha yang mandiri, jujur, dan berorientasi pada kemaslahatan sosial.
"Dalam setiap ibadah ada nilai muamalah, dan dalam setiap muamalah ada nilai ibadah, Inilah yang menjadi prinsip dasar kami dalam mengembangkan sistem pembelajaran di El-Fira Hybrid," ujar Prof Fathul Amin kepada TIMES Indonesia, Kamis (31/7/2025).
Kurikulum pesantren difokuskan pada dua poros utama ilmu keislaman berbasis Al-Qur’an, Hadits, dan kitab kuning serta ilmu terapan seperti pertanian, peternakan, perikanan, kewirausahaan, dan digital marketing.
Santri diajarkan mengelola usaha riil yang ada di lingkungan pesantren, seperti budidaya lele, pertanian organik, serta jual beli produk melalui platform digital.
"Kami ingin para santri tidak hanya siap berdakwah, tapi juga siap memimpin usaha. Kami membekali mereka dengan value sosiopreneur dan theopreneur, yakni semangat usaha yang dilandaskan pada nilai-nilai ketuhanan," tegas Prof Fathul Amin.
Konsep nilai ibadah dan nilai muamalah menjadi ciri khas pesantren ini. Nilai ibadah berarti bahwa setiap kegiatan ekonomi jika dilakukan dengan niat yang benar, kejujuran, dan memberi manfaat akan bernilai ibadah di sisi Allah.
Sebaliknya, nilai muamalah dalam ibadah mengingatkan bahwa ibadah tidak boleh berhenti sebagai ritual, melainkan harus mendorong lahirnya sikap adil, peduli, dan produktif dalam kehidupan sosial.
"Kami ingin santri menyadari bahwa berwirausaha bukan sekadar mencari untung, tapi juga memberi manfaat. Dan salat bukan hanya soal rukuk dan sujud, tapi juga membentuk integritas," terang Kiai Fathul.
El-Fira Hybrid menjadi jawaban bagi banyak orang tua dan generasi muda yang ingin belajar agama tanpa tertinggal perkembangan zaman. Para santri di sini tidak hanya pintar baca kitab, tapi juga fasih dalam strategi pemasaran digital, pengelolaan usaha, hingga pengembangan komunitas berbasis syariah.
Prof Fathul Amin berharap model pesantren ini bisa direplikasi di daerah lain sebagai bagian dari upaya membangun generasi tangguh, saleh, dan solutif.
"Kami percaya, masa depan Indonesia bukan hanya di tangan para ilmuwan dan politisi, tapi juga di tangan santri yang berpikir luas dan bertindak nyata," pungkasnya.(*)
Pewarta | : Sutrisno |
Editor | : Faizal R Arief |